Rabu, 28 Desember 2011

Menbantu Klien Dalam Mobilisasi

BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Postur jalan normal adalah tegak, vertebrata servikal, thorkal, lumbal sejajar, pinggul dan lutut dalam keadaan fleksi yang sesuai dan lengan bebas mengayun bersama kaki. Penyakit atau trauma dapat mengurangi toleransi aktivitas, sehingga memerlukan bantuan dalam berjalan.
Postur tubuh yang baik bagi mereka yang mempunyai kemampuan fisik untuk itu merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mobilisasi. Gerakan yang terjadi karena pergantian kontraksi dan relaksasi kumpulan otot yang berlawanan, yang melekat pada tulang. Otot yang padat dan dipertahankan dalam kondisi demikian melalui latihan yang teratur akan lebih memudahkan pencapaian postur tubuh yang baik dengan disertai perasaan tubuh yang enak. Sedangkan otot yang kurang keras dan kendor serta menggantung tidak akan dapat menjadikan postur tubuh yang baik.
Kebutuhan berjalan pun sangat mempengaruhi kepentingan  setiap individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Contohnya : berjalan menuju toilet, berpindah dari tempat tidur kekursi roda dan lain-lain.Maka dari itu, perawat bertugas merawat, melatih, serta memotivasi kliennya yang immobilisasi agar tegar, termotivasi, serta mau berjuang agar bisa berjalan.
B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui jenis-jenis alat apa saja yang dipakai dalam membantu pasien berjalan
2.      Menjelaskan cara penggunaan alat tersebut
C.     Metode Penulisan
Dalam makalah ini, kami menggunakan metode kepustakaan. Membaca dan memahami buku-buku literature yang telah tersedia.
D.     Ruang Lingkup
Dalam makalah ini, penulis menjelaskan tentang peran perawat dalam membantu pasien berjalan.
E.     Sistematika Penulisan
Adapun sisitematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I  : Pendahuluan yang isinya adalah : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Metode                               Penulisan, Ruang lingkup Penulisan dan Sitematika Penulisan.
BAB II            :  Tinjauan Teoritis yang isinya : Membantu Pasien Berjalan, Jenis-Jenis Alat Bantu Berjalan dan Mengurangi Bahaya Imobilisasi.
BAB III :  Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
       DAFTAR PUSTAKA


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.     MOBILISASI DALAM KONTEKS PROSES KEPERAWATAN
Mobilisasi merupakan suatu pergerakan atau perpindahan secara sistematis oleh tubuh, dari tempat satu ketempat lain. Mobilisasi adalah contoh lain untuk suatu konsep yang lebih luas dari apa yang bisa dijangkau oleh keempat tahap dalam proses keperawatan. Awalnya perawat memfokuskan tahap proses keperawatan kepada pasien dan kegiatan mobilisasinya, dan ini tetap penting agar diperoleh rencana keperawatan yang disesuaikan untuk tiap individu. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa tahap proses keperawatan dapat difokuskan kepada perawat dalam  kaitannya dengan :
1.      Aspek imobilisasi dari berbagai kegiatan keperawatan.
2.      Menjadi figure model untuk postur berdiri, duduk,dan berjalan yang baik dan juga mengangkat dan memindahkan orang maupun berbagai benda.
3.      Mengajarkan postur berdiri, duduk, berjalan dan berbaring yang baik kepada pasien : cara melindungi punggung dari kecelakaan dengan menjaganya agar tetap lurus selama terjaga, khususnya untuk mengangkat benda berat
B.     TIM MOBILISASI MULTIDISIPLINER
Konsep mobilisasi mula-mula berasal dari ambulasi dini, tetapi kemudian mengalami pengembangan yang cukup besar pengembangan yang cukup besar dalam waktu beberapa tahun ini. Kini konsep tersebut mencakup berbagai biomekanisme yang kompleks dari gerakan :
1.      Berdiri
2.      Duduk
3.      Berpindah dari suatu tempat ketempat lain, seperti :
a.       Dari tempat tidur ke kursi
b.      Dari kursi biasa ke kursi berlubang
c.       Dari kursi roda ke kloset duduk
d.      Dari lantai ke kursi atau tempat tidur
4.      Bangkit dari duduk
5.      Berjalan :
a.       Berjalan dengan bantuan penyangga kaki dari logam
b.      Sepatu khusus
c.       Kaki palsu/prostesa
6.      Menggerakkan tubuh, bahu, tangan dan lengan untuk berbagai macam gerakan :
a.       Mengenakan dan melepas pakaian
b.      Menjaga kebersihan pribadi
c.       Mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan lain-lain
7.      Melakukan gerak badan
8.      Mobilisasi dengan bantuan alat mekanik :
a.       Kereta untuk anak kecil : dijalankan sendiri, dijalankan dengan tenaga listrik
b.      Kursi roda : didorong oleh orang lain, dijalankan sendiri, dijalankan dengan tenaga listrik mobil : disesuaikan untuk kecatatan tertentu.
Semua yang disebut diatas bukanlah daftar yang berlebihan namun cukup untuk menunjukkan bahwa membantu pasien untuk mobilisasi memerlukan dukungan lebih dari satu kelompok profesi
C.     MENILAI KEMAMPUAN PASIEN UNTUK MOBILISASI
Untuk memperkenalkan pada perawat yang baru mengenai jenis-jenis kondisi medis yang dapat diderita pasien diberbagai bagian pelayanan kesehatan dan memerlukan penilaian terhadap kemampuan mobilisasinya, kondisi medis tersebut akan dibagi dalam tiga kelompok – jaringan yang terkena.
Tiga kelompok kondisi yang dialami pasien yaitu :
1.      Jaringan yang terkena :
a.       Bahu
b.      Lengan atas
c.       Tulang punggung
d.      Tulang bawah
2.      Apakah semua ini normal saat lahir ??
a.       Tidak ada satu tungkai
b.      Jari tangan yang berselaput
c.       Diskolasi congenital sendi paha
3.      Jika normal saat lahir : apa yang menyebabkan kecatatan sementara atau menetap :
a.       Luka bakar
b.      Sesak nafas pada edema paru-paru
c.       Penyempiti pembuluh darah dan lain-lain
Daftar diatas mungkin terlihat menakutkan, itu karna berfungsi untuk tiga tujuan yaitu :
1.      Agar perawat tidak meremehkan tanggung jawabnya dalam nilai kemampuan pasien bergerak.
2.      Agar perawat mulai menyadari betapa kompleksnya sumbangan mereka dalam penanganan kesehatan.
3.      Agar perawat menyadari betapa banyaknya diaknosis medis yang dapat mempengaruhi mobilisasi pasien memerlukan intervensi perawat
D.     MEMBANTU PASIEN BERJALAN
Seperti prosedur lain, membantu klien berjalan memerlukan persiapan. Perawat mengkaji toleransi aktivitas, kekuatan, adanya nyeri, koordinasi dan keseimbangan klien untuk menentukan jumlah bantuan yang diperlukan pasien. Perawat menjelaskan seberapa jauh klien mencoba berjalan, siapa yang akan membantu, kapan dilakukan kegiatan berjalan dan mengapa berjalan itu penting. Selain itu, perawat dan klien menentukan berapa banyak kemandirian klien. Perawat juga memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak ada rintangan dijalan klien. Kursi, penutup meja, tempat tidur dan kursi roda disingkirkan  dari jalan, sehingga klien memiliki ruangan yang luas untuk berjalan.
Sebelum memulai, tentukan tempat istirahat untuk klien . Jika diperlukan kursi, dapat  ditempatkan diruangan yang digunakan untuk klien untuk beristirahat. Untuk mencegah hipotensi ortostatik, klien harus dibantu untuk duduk disisi tempat tidur dan harus istirahat selama 1 sampai 2 menit sebelum berdiri. Demikian juga pada saat klien setelah berdiri, klien harus tetap berdiri 1 sampai 2 menit sebelum bergerak. Keseimbangan klien harus stabil sebelum berjalan, sehingga perawat dapat dengan segera membawa klien yang pusing kembali ketempat tidur. Periode imobilisasi yang lama memperbesar resiko hipotensi ketika klien berdiri. Perawat harus memberikan sokongan pada pinggang sehingga pusat gravitasi klien tetap berdiri digaris tengah. Hal ini dapat dicapai ketika perawat menempatkan kedua tangannya pada pinggang klien atau menggunakan ikat pinggang berjalan (walking belt). Walking belt adalah ikat pinggang kulit yang melingkari pinggang klien dan memiliki pemegang yang dibuat bagi perawat untuk dipegang. Selama berjalan, klien seharusnya bersandar disatu sisi, karna hal ini mengganggu pusat gravitasi, mengubah keseimbangan dan meningkatkan resiko jatuh.
Klien yang terlihat tidak siap atau mengeluh pusing harus dikembalikan ketempat tidur atau kursi terdekat. Jika klien pingsan atau mulai jatuh, perawat memberikan sokongan dengan dasar lebar yaitu satu kaki berada didepan yang lain, sehingga perlahan-lahan kelantai melindungi kepala klien. Meskipun menurunkan klien tidaklah sulit, mahasiswa harus mempraktekkan teknik tersebut  dengan kawan sekelas sebelum mencoba pada situasi klinik. Klien  hemiplegia (paralisis pada satu sisi) atau hemiparasis (kelemahan pada satu sisi) sering memerlukan bantuan berjalan. Perawat selalu berdiri disamping bagian tubuh klien sakit dan menyokong klien dengan satu lengan bagian inferior klien sehingga tangan perawat berada dibawah aksila klien. Memberikan sokongan dengan memegang lengan klien kelantai  jika klien pingsan atau jatuh. Selain itu, jika perawat memegang lengan klien yang jatuh dapat menyebabkan dislokasi sendi bahu.
Perawat yang tidak kuat dan tidak mampu memindahkan klien sendirian harus membutuhkan bantuan. Metode dua perawat membantu untuk mendistribusikan berat klien secara rata. Dua perawat berdiri disetiap sisi klien. Setiap lengan terdekat perawat memeluk pinggang klien, dan lengan lain mengelilingi lengan bagian inferior sehingga kedua tangan perawat menyokong aksila klien. Metode yang membutuhkan dua perawat dan klien yang sama tinggi, perawat berdiri disetiap sisi klien dengan lengan terdekatnya menyelip dibawah lengan klien ini. Lengan klien diletakkan diatas bahu perawat, dan perawat menstabilkan tangan klien lain dengan tangannya yang bebas. Teknik ini efektif untuk klien lemah atau klien yang berat
E.     JENIS-JENIS ALAT BANTU BERJALAN
1.      Walker
Walker adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang dan terbuat dari pipa logam. Walker mempunyai empat penyangga dan kaki yang kokoh. Klien memegang pemegang tangan pada batang dibagian atas, melangkah, memindahkan walker lebih lanjut dan melangkah lagi.
2.      Tongkat
Tongkat juga merupakan alat ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari kayu atau logam. Dua tipe tongkat umum yaitu : tongkat berkaki panjang lurus (single straight-legged) dan tongkat berkaki empat (Quad cane). Tongkat berkaki lurus lebih lebih umum digunakan untuk sokongan dan keseimbangan klien yang kekuatan kakinya menurun. Tongkat ini harus dipakai disisi tubuh yang kuat. Untuk sokongan maksimum untuk berjalan, klien menempatkan tongkat berada depan 15 sampai 25 cm, menjaga berat badan pada kaki klien. Kaki yang terlemah bergerak maju dengan tongkat sehingga berat badan dibagi antara tongkat kaki yang terkuat. Kaki yang terkuat maju setelah tongkat sehingga kaki terlemah dan berat badan disokong oleh tongkat kaki terlemah. Untuk berjalan, klien mengulangi tahap ini terus-menerus. Klien diajarkan bahwa kedua titik penopang tersebut, seperti dua buah kaki atau satu kaki dan tongkat, akan muncul setiap waktu.
Tongkat empat kaki memberi sokongan yang terbesar dan digunakan pada kaki yang mengalami sebagian atau keseluruhan paralisis atau pun hemigplegia. Tiga tahap yang sama digunakan oleh tongkat berkaki lurus diajarkan pada klien.
3.      Kruk
Sering digunakan untuk meningkatkan mobilisasi. Penggunaannya dapat temporer, seperti pada setelah kerusakan ligamen dilutut. Kruk dapat digunakan permanen (missal : klien paralisis ekstremitas bawah). Kruk terbuat dari kayu dan logam. Ada 2 tipe kruk, kruk lofstan dangan pengatur ganda atau kruk lengan bawah dan kruk aksila terbuat dari kayu. Kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut logam yang pas mengelilingi lengan bawah. Kedua-duanya yaitu pembalut logam dan pegangan tangan diatur agar sesuai dengan tinggi klien. Kruk aksila mempunyai garis permukaan yang seperti bantalan pada bagian atas, dimana berada tepat dibawah aksila. Pegangan tangan berbentuk batang yang dipegang tinggi telapak tangan untuk menyokong tubuh. Kruk harus diukur panjang yang sesuai, dank lien harus diajarkan menggunakan kruk mereka dengan aman, mencapai kestabilan gaya berjalan, naik turun tangga dan bangkit dari duduk.
a.       Mengukur kruk
Kruk aksila lebih umum digunakan. Ketika mempersiapkan klien menggunakan kruk, perawat juga harus mengajarkan penggunaan kruk yang aman dan mengukur kruk klien dengan benar. Pengukuran kruk meliputi tiga area : tinggi klien, jarak antara bantalan kruk, aksila dan sudut fleksi siku. Pengukuran dilakukan dengan satu dari dua metode berikut, dengan klien berada pada posisi pusine/berdiri. Pada posisi telentang, ujung ujung kruk berada 15 cm disamping tumit klien.
b.      Mengajarkan gaya berjalan dengan kruk
Gaya berjalan dengan kruk dimaksudkan menopang berat badab pada satu atau kedua kaki dan pada kruk secara bergantian. Gaya berjala yang digunakan klien telah ditentukan oleh pengkajian perawat pada pemeriksaan fisik, kemampuan fungsional dan penyakit serta cidera.
Cara berdiri dasar kruk adalah posisi tripod, dengan cara menempatkan kruk 15 cm didepan dan 15 cm disamping setiap kaki klien (gambar 37-32). Posisi ini memberikan keseimbangan dengan dasar sokongan lebih luas. Kesejahteraan tubuh pada posisi tripod meliputi kepala dan leher tegak, vertebra lurus, pinggul dan lutut fleksi. Berat badan tidak boleh ditahan aksila. Posisi tripod digunakan sebelum kruk berjalan.
c.       Mengajarkan berjalan dengan menggunakan kruk ditangga.
Ketika naik tangga dengan menggunakan kruk, klien bias menggunakan modifikasi gaya berjalan tiga titik. Pertama klien berdiri didasar tangga dan memindahkan berat badan dikruk. Kedua, kaki yang tidak sakit maju diantara kruk dan tangga . Kemudian berat dialihkan dari kruk ke kaki yang tidak sakit. Terakhir, klien meluruskan kedua kruk ditangga. Urutan ini diulang sampai klien berada diatas.
Untuk turun tangga, urutan tiga fase ini juga digunakan. Pertama, klien memindahkan berat badannya kekaki yang tidak sakit. Kedua, kruk ditempatkan ditangga dan klien mulai memindahkan berat badannya dikruk, menggerakkan kaki yang sakit kedepan. Terakhir, kaki yang tidak sakit dipindahkan ketangga dengan kruk. Lalu klien mengulangi gerakan ini sampai didasar tangga.
Klien biasa perlu menggunakan kruk untuk beberapa bentuk, sehingga mereka harus diajarkan penggunaan kruk ditangga sebelum pulang. Ajarkan untuk naik tangga kepada klien tergantung kruk, todak hanya untuk klien yang mempunyai tangga dirumahnya.
d.      Mengajarkan duduk dengan menggunakan kruk
Prosedur duduk dikursi memerlukan klien memindahkan beratnya. Pertama, klien harus diletakkan ditengah depan kursi dengan kaki bagian posterior menyentuh kursi. Kedua, klien memegang kedua kruk pada tangan yang berlawanan dengan kaki yang sakit. Jika kedua kaki sakit seperti pada klien paraplegia yang menggunakan penahan berat, kruk dipegang pada bagian tubuh klien yang terkuat. Dengan kedua kruk disatu tangan klien menyokong berat badannya dikaki yang tidak sakit dan kruk. Selama masih memegang kruk, klien memegang dengan kursi dengan menahan tangannya, dan menurunkan tubuh. Untuk berdiri maka prosedur dibalik, dank lien, ketika telah lurus, harus berada pada posisi tripod sebelum berjalan.
e.       Penyuluhan klien
Perawat akan mengatakan dan menunjukkan cara berjalan menggunakan kruk yang aman. Strategi penyuluhan :
1).        Ajarkan pada klien yang menggunakan kruk aksila tentang bahaya penekanan diaksila, yang terjadi ketika bersandar pada kruk untuk menyokong berat badan.
2).        Jelaskan mengapa klien harus menggunakan kruk yang diukur sesuai dengan tinggi pasien.
3).        Tunjukkan pada klien bagaimana cara memeriksa ujung kruk secara rutin. Ujung karet harus tetikat aman pada kruk. Ketika ujung using, mereka harus diganti. Karet pada ujung kruk meningkatkan friksi dipermukaan dan membantu mencegah terpeleset.
4).        Jelaskan bahwa ujung kruk harus tetap kering. Air menurunkan friksi pada permukaan dan meningkatkan risiko terpeleset.
5).        Tunjukkan pada klien bagaimana mengeringkan ujung kruk jika basah. Klien dapat kertas atau kain handuk.
6).        Tunjukkan bagaimana memeriksa struktur kruk. Keretakan dikruk kayu menurunkan kemampuan menyokong berat badan. Kruk alumunium yang melengkung mengganggu kesejajaran tubuh.
7)         Berikan klien daftar perusahaan persediaan  alat-alat medis yang ada di masyarakat untuk memperoleh kebaikan, ujung karet yang baru, pegangan tangan, dan bantalan kruk.
(8)        Anjurkan klien untuk mempunyai cadangan kruk dan ujungnya yang siap pakai.
F.      DAMPAK IMMOBILISASI TERHADAP TUBUH
1.      Dampak Imobilisasi Terhadap Fisik
a.       Sistem metabolik
Klien imobilisasi memerlukan tinggi protein, tinggi kalori dengan tambahan vitamin B dan C. Protein diperlukan untuk mengganti jaringan yang rusak dan membangun kembali cadangan protein yang berkurang. Asupan tinggi kalori memberikan cukup energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan mengganti cairan subkutan. Tambahan vitamin C diperlukan untuk menggantikan cadangan protein. Vitamin B kompleks dibutuhkan untuk keutuhan kulit dan penyembuhan luka.
b.      Sistem pernafasan
Intervensi keperawatan pada system pernafasan bertujuan mendukung ekspansidad dan paru-paru, mencegah statis scret pulmonal, mempertahankan kepatenan jalan nafas dan mendukung pertukaran gas yang adekuat.
c.       Mencegah stasis secret pulmonal
Secret yang menetap menumpuk dibronkus dan paru menyebabkan pertumbuhan bakteri yang selanjutnya berkembang menjadi pneumonia. Infeksi pulmonal tetap berkembang meskipun dilakukan intervensi untuk pencegahannya. Secret yang stgnasi dapat dikurangi dengan mengubah psisi klien setiap dua jam. Perubahan mereposisikan paru yang menggantung dan memobilisasikan secret.
Fisioterapi dada adalah metode efektif untuk mencegah secret pulnomal. Fisioterapi dada ini menggunakan teknik posisi untuk mengalirkan secret dari segmen paru tertentu dari bronkus dan paru menuju trachea. Kemudian klien mengeluarkan secret dengan cara membatukkan. Penemuan pada pengkajian pernafasan membantu mengidentifikasi area paru yang membutuhkan fisioterapi dada
d.      Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Pada klien imobilisasi, obstruksi jalan nafas merupakan hasil penyumbatan mukosa, perawat harus melakukan beberapa terapi untuk mengurangi sumbatan mukosa dan mempertahankan kepatenan jalan nafas.
1)      Perawat meminta klien bernafas dalam dan membatuk setiap satu sampai dua jam. Perawat menginstrukturkan klien bernafas dalam sebanyak tiga kali dan membatukkan pada saat mengeluarkan nafas yang ketiga. Prosedur teknik ini lebih baik, mengeluarkan batuk tanpa kelelahan yang berlebihan.
2)      Perawat dapat menggunakan pengisap nasotracheal dan orotrakheal untuk mengeluarkan secret pada jalan nafas bagian atas dari klien yang tidak dapat batuk produktif. Prosedur ini harus dilakukan dengan teknik aseptic. Perawat memasukkan selang penghisap.
3)      Perawat dapat melakukan penghisap atau menghisap secret dari jalan nafas buatan seperti endotracheal tube atau tracheal tube. Perawat memasukkan selang kedalam jalan nafas buatan dengan prosedur steril. Hal ini mengeluarkan secret pulmonal dari jalan nafas atas atau bawah.
e.       Sistem kardiovaskuler
Efek tirah baring atau imobilisasi pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi ortostatik, peningkatan beban jantung dan pembentukan trhombus. Terapi keperawatan diciptakan untuk meminimalkan atau mencegah bagian tersebut.
f.       Mengurangi hipotensi ortostatik
Klien yang tirah baring atau imobilisasi untuk waktu lama beresiko terjadi hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik (atau postural) adalah suatu kondisi ketidakmampuan berat dengan karakteristik tekanan darah yang menurun ketika klien berdiri. Ditandai dengan sakit kepala ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energy, gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala dan leher dan hampir pingsan ataupun pingsan. Meskipun tidak semua klien mengalami hipotensi ortostatik, klien harus dipantau tanda vitalnya ketika klien mencoba duduk atau berdiri pertama kali.
Ketika klien dipindahkan dari posisi telentang kekursi, klien harus diubah posisinya bertahap. Ketika melakukuan prosedur ini, perawat harus mencatat adanya perubahan ortostatik.
g.       Mengurangi beban kerja jantung
Perawat mengatur intervensi untuk mengurangi beban jantung yang meningkat akibat imobilisasi. Intervensi primer perawat adalah untuk tidak menggunakan Manuver Valalsalva. Ketika menggunakan maneuver ini, klien menahan nafasnya, yang meningkatkan tekanan intratorakal. Penurunaliran balik vena dan curah jantung, selanjutnya meningkatkan kerja beban jantung.
h.      Mencegah pembentukan thrombus
Cara yang paling efektif/biaya untuk mengatasi masalah thrombosis vena profunda (deev vein thrombosis, DVT) adalah melalui program pemberian profilaksis yang tepat. Hal ini dimulai dengan identifikasi klien beresiko, dilanjutkan pada klien imobilisasi atau beresiko lainnya, hal ini jelas memerlukan kolaborasi antara perawat dan dokter.
Faktor resiko dapat dengan mudah diidentifikasi perawat selama pengkajian keperawatan.
Dokter harus memberikan ukuran profilaksis yang tepat. Mempertahankan dan memberikan profilaksis adalah peran perawat, sehingga perawat dapat menentukan kapan klien dapat mobilisasi sepenuhnya pasca operasi, menurunkan resiko DVT lebih lanjut. (Caroll, 1993).
i.        Sistem integument
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, resiko utama pada kulit akibat keterbatasan mobilisasi adalah dekubitus. Oleh karena itu intervensi keperawatan berfokus pada pencegahan dan penatalaksanaan.
j.        Sistem eliminasi
Invertensi keperawatan untuk mempertahankan fungsi optimal pada perkemihan adalah menjaga hidrasi klien dengan baik tanpa menyebabkan distensi kandung kemih dan menjaga status urin, terbentuk batu dan infeksi.
Hidrasi yang adekuat (misalnya : 2000-3000 ml cairan perhari) mencegah pembentukan batu ginjal dan infeksi saluran kemih. Klien dengan hidrasi baik harus berkemih sejumlah urin. Apabila klien juga mengalami inkontenensia maka perawat harus memodifikasi rencana keperawatan untuk peningkatan kebutuhan eliminasi urine.
Untuk mencegah distensi kandung kemih, perawat mengkaji frekuensi dan jumlah keluaran urine. Klien dengan urine yang menetes terus-menerus dan kandung kemih yang distensi menunjukkan inkontinensia overflow. Jika klien imobilisasi tidak dapat mengontrol eliminasi urinnya secara sadar maka perawat memasukkan kateter sementara atau menetap untuk mencegah distensi.
Perawat juga harus mencatat frekuensi dan konsistensi defekasi. Diet kaya buah-buahan, sayur-sayuran dan dalam jumlah banyak mendukung peristaltic normal. Jika klien tidak mampu mempertahankan pola eliminasi bowel normal maka dokter memberikan pelunak feses, katartik atau enema.
2.      Dampak Imobilisasi Terhadap Psikososial
Kondisi imobilisasi dapat mempengaruhi emosional, intelektual, sensori dan sosiokultural. Perubahan pada status emosional biasanya terjadi secara bertahap. Umumnya, perubahan emosional klien immobilisasi diantaranya adalah :
a.       Depresi
Klien immobilisasi dapat menjadi depresi karena perubahan dalam konsep diri dan kecemasan tentang kondisi kesehatannya, keuangan, masalah keluarga, serta faktor lain seperti masalah menurunnya kemandirian dan otonomi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Depresi merupakan emosional abnormal yang ditandai dengan perasaan sedih, patah hati, merasa tidak berguna, perasaan kosong, dan tidak ada harapan yang sesuai dengan kenyataannya.
b.      Perubahan tingkah laku
Pada klien immobilisasi, perubahan tingkah laku sangat bervariasi dan bersifat individual. Perubagan tingkah laku yang biasa terjadi pada klien immobilisasi antara lain sikap permusuhan, suka bertengkar, mudah marah, perasaan pusing, menarik diri, bingung dan cemas.
Terjadinya perubahan perilaku pada klien immobilisasi dapat disebabkan kaerna kehilangan peran dalam keluarga, tempat kerja, dan kebergantungan yang tinggi terhadap orang lain.Kondisi ini menyebabkan harga diri klien rendah, perasaan tidak berguna, dan berbagai penilaian negative terhadap dirinya. Bila mekanisme kompensasi yamg dilakukan tidak efektif, maka muncul perubahan perilaku pada klien sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
c.       Perubahan siklus bangun tidur
Posisi berbaring yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam istirahat dan tidur, sehingga pola tidur klien menjadi terganggu. Klien immobilisasi tidak dapat tidur tanpa perubahan posisi sehingga pola tidur klien menjadi terganggu. Selain itu, tidak adanya aktivitas, kurangnya rangsangan sensori, dan kesendirian (kesepian) ditempat tidur mengakibatkan klien tidak produktif disiang hari sehingga klien sering tidur saat itu, dan dampaknya pada malam hari klien tidak bisa tidur.  
d.      Penurunan kemampuan pemecah masalah
Immobilisasi yang lama menyebabkan kemampuan klien untuk mengembangkan aktivitas intelektual dapat menurun, sehingga kemampuan untuk memecahkan masalah juga menurun. Penurunan kemampuan tersebut diakibatkan oleh kurangnya stimulus intelektual dan stress terhadap penyakit yang dialaminya dan kondisi tubuhnya yang tidak berdaya.
3.      Dampak Immobilisasi Terhadap Tumbuh Kembang Anak
Bertumbuh dan berkembangnya anak dipengaruhi oleh stimulus yang diterimanya. Pada kondisi immobilisasi dimana anak mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Mengembangkan keterampilan dan berinteraksi dengan teman akan menyebabkan proses tumbuh kembang anak menjadi terlambat. Situasi perawatan yang menonton selama anak immobilisasi semakin menambah besar dampak immobilisasi terhadap tumbuh kembang anak.
                                       
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Setelah dikaji lebih dalam, kami dapat menyebut serta menyimpulkan alat apa saja yang digunakan dan bagaimana cara menggunakannya.
Demi keamanan, kenyamanan dan kebutuhan  klien, perawat menyediakan alat-alat yang  dibutuhkan, seperti : walker, kruk, tongkat, dan lain-lain. Perawat juga perhatian terhadap klien, agar dia lebih termotivasi, menjaga, serta memberitahu dan menjadi figure yang baik bagi klien untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Ajarkan kepada klien menggunakan alat-alat yang telah tersedia, misalnya walker, yang  harus memegang tangan pada batang dibagian atas, melangkah, memindahkan walker lebih lanjut dan melangkah lagi.
B.     Saran
1.      Kapada mahasisiwa/i, agar lebih memahami pentingnya peran perawat dalam membantu  kliennya berjalan. Mempelajari cara-caranya dan tau prosedurnya agar mempermudah tindakan dan tidak melakukan kesalahan yang fatal.
2.      Untuk perawat, perhatikan perkembangan klien disetiap latihan, agar perawat lebih memahami kebutuhan berjalan klien.
3.      Dan untuk klien, setelah perawat memberi penjelasan, hendaknya klien dapat bekerja sama dengan perawat, agar tindakan yang dilakukan menjadi lebih mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi (2008) ,Teknik Prosedural keperwatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Hidayat. A. Aziz Alimul Hidayat (2002), Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Potter PA&Perry AG (2005), Fundamental Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Roper. Nancy (1996), Prinsip-Prisip Keperawatan. Penerbit ANDI, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar